Dahulu, tari persembahan hanya dapat ditemukan di lingkungan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara. Tari ini dibawakan secara khusus oleh putri-putri Keraton dalam suatu upacara penyambutan resmi dengan iringan musik gamelan.
Tidak ada batasan yang jelas mengenai jumlah penari dalam tari ini, tapi dipercaya bahwa semakin banyak jumlah penari akan semakin baik. Seiring waktu, tari ini lalu diperbolehkan untuk ditarikan oleh kalangan dari luar Keraton agar tetap lestari sebagai bagian dari warisan kebudayaan Kutai.
Saat membawakan tari persembahan, para penari membawa cawan berisi beras kuning. Beras kuning merupakan salah satu jenis kelengkapan dalam ritual-ritual sakral di Kesultanan Kutai. Beras kuning ini berfungsi sebagai media untuk membangun komunikasi dengan alam gaib.
Di tengah pertunjukan, beras kuning tersebut ditebarkan ke arah para tamu sebagai bentuk penghormatan dan harapan akan keberkahan bagi sang tamu.
Dari segi koreografi dan musik pengiring, pengaruh budaya Jawa terasa sangat kuat. Salah satunya dalam penggunaan rangkaian instrumen gamelan yang berperan sentral mengatur ritme gerakan dalam tari ini. Ritme gerakan dalam tari ini memiliki kemiripan dengan tari ganjur meskipun berbeda dari sisi gestur.
Sebutan “tari persembahan” cukup banyak ditemukan di daerah-daerah lain, seperti Lampung, Riau, dan Minangkabau. Meski demikian, masing-masing daerah memiliki kekhasan yang membedakannya dengan daerah lain. Tak terkecuali dengan Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki tari khusus sebagai ritual penyambutan bagi para tamu mereka, yaitu tari persembahan.
Ref by IndonesiaKaya
from Backpacker Jakarta http://ift.tt/2BIPmFq
via IFTTT
Komentar
Posting Komentar