Curhat Tipis-Tipis Jadi Relawan Sulawesi Tengah
Bicara tentang keikhlasan, tak luput dari sepenggal cerita kali ini. Tentang Palu-Sigi-Donggala. Banyak sekali kesulitan yang dihadapi, tapi Allah permudah.
Mulai dari mengambang di atas kapal, lebih kurang seminggu lamanya. Kemudian adanya konflik setiap pinternal dimaupun eksternal: bahwa ada perasaan yang mesti dijaga dalam setiap tingkah dan perkataan, ada masyarakat yang mesti dijaga semangatnya, dan diri sendiri yang dijaga egonya. Kesannya seperti remeh, tapi nanti bisa kalian rasakan sendiri bagaimana saat terjun ke lapangan.
Dan…kadang tak nemu titik terang. Mungkin hanya pada tim yang berangkat dari cabang sendiri saja, kalian bisa bercerita dengan leluasa. Sekedar menjadi pendengar yang baik saja, sudah cukup melegakan.
Lalu, yang lain bagaimana? hmmm…menanyakan kendala saja mungkin tidak. Ini bukan mengeluh, tapi mungkin saja karena ekspektasi yang berlebihan.
Tidak ada waktu istirahat khusus. Jika lelah, istirahatlah. Cukup disini, untuk melepas penat. Posisinya tepat di belakang posko. Rehat, tak mesti harus pake helm
Seberapa bersyukurnya aku?
Bahwa hidup jadi relawan, juga bukan berarti tak menentu. Ada adab yang tetap harus dipertahankan. Mencoba menata ulang, yang beberapa hari belakangan berantakan. Selamat istirahat mata panda
Mari kita main
Kamis, 26 Oktober 2018 cerita ini bermula. Pertama kalinya menginjakkan kaki di SDN 14 Banawa, Donggala. Kaki-kaki lincah adik-adik penyintas, langsung berjalan ke arahku. Mereka sontak berteriak, “Kak Wina”. Jelas saja, aku langsung tau itu suara siapa. Ya, mereka adik-adik yang kesehariannya selalu ada di sekitarku. Menyapa setiap aku mondar-mandir melewati mereka. Tanganku tak lepas digenggam. Beberapa lainnya selalu mengikuti dan berada sebelahku.
Memperkenalkan diri sejenak, kemudian permainan dimulai. Adik-adik terlihat sangat senang saat kami hadir. Wajah mereka merona saat ku sapa. Belum lagi, ada yang manja dan meminta mengikatkan tali sepatu. Beginilah bentuk perhatian kecil yang bisa ku berikan untuk mereka. Mereka terlihat lucu dan menggemaskan.
Bagaimanapun juga, aku sendiri sangat sadar bahwa anak-anak adalah korban yang nyata. Diusia mereka; dimana anak-anak lain bisa bermain sepuasnya, mereka malah merasakan kehilangan orang tua dan penderitaan atas bencana yang terjadi.
Beruntungnya bisa berpijak di tanahnya Mesjid Terapung nan terkenal ini. Beginilah cara Tuhan memberikan peluang kebaikan pada kami. Kami disini untuk mereka
Akhirnya ngaji lagi
Setelah berkutik dengan beberapa aktifitas yang dimulai dari pagi, saya sengaja mengagendakan ngaji bersama adik-adik saat sore harinya. Untuk perencanaan, sebenarnya sudah dimulai dari beberapa hari lalu. Beruntungnya ada donatur yang bisa mensupport kebutuhan Alqur’an dan Iqro yang saya butuhkan.
Ini adalah ngaji perdana, setelah sekian lama libur karena bencana yang menimpa kampung mereka. 30 Oktober 2018, tepatnya pukul 17.00 WITA. Berlokasi di Desa Loli Tasiburi, Kecamatan Banawa, Kab. Donggala. Aktifitas sore yang cukup bermanfaat kali ini. Tak seperti sebelumnya, hanya bermain atau bermalas-malasan di lokasi pengungsian.
Bahagia? Sudah pasti. Mulai dari ngaji Iqro hingga hafalan surah dilafadzkan. Girang? tentu saja. Sudah terlihat jelas dari wajah ceria mereka. Ini berkah yang luar biasa dari Allah. Bangkit itu dimulai dengan mengokohkan iman. Generasi penerus juga harus dididik, agar tak salah langkah. Mari semangat membangun negeri.
Posting Bukan Sekedar Datang Dan Bernapas III ditampilkan lebih awal di Backpacker Jakarta.
from Backpacker Jakarta https://ift.tt/33W7fie
via IFTTT
Komentar
Posting Komentar