Di antara lebih dari seratus buah pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Adminitratif Kepulauan Seribu di sisi utara Kota Jakarta, ada sebuah pulau yang letaknya paling luar dari gugusan Kepulauan Seribu. Lokasinya malah lebih dekat dengan Way Kambas yang berada pada Provinsi Lampung dibandingkan dengan daratan Jakarta sendiri. Jika ditelisik dari letak geografisnya, pulau sebira tidak ada dalam peta gugusan pulau di Kabupaten Pulau Seribu. Di peta, pulau tersebut bernama Pulau Jaga Utara.
Nama Sebira baru muncul pada 1973 saat seorang nelayan kali pertama menjejakkan kaki di pulau yang berjarak empat jam dari Lampung itu. Sebira merupakan akronim SABAR DAN GEMBIRA. Nama tersebut diberikan oleh Joharmansyah, tokoh nelayan Pulau Genteng. Beliau merupakan orang pertama yang mendiami pulau itu pada 1973.
Kisah Sebira
Pada masa penjajahan Belanda, Pulau ini disebut Noord Watcher yang memiliki arti ‘Penjaga Utara’. Selain itu, pulau yang awalnya memiliki luas sekitar 9,5 hektar ini juga mempunyai menara mercusuar setinggi 48 meter yang masih berdiri tegak sejak peninggalan masa kolonial Belanda di bangun pada tahun 1869 pada masa pemerintahan Raja Willem III. Mercusuar ini difungsikan sebagai tempat pengawas kapal asing yang hendak memasuki Batavia dari wilayah Utara.
Menara tersebut dibuat di pabrik logam NV Koninklijke Nederlandsche Grofsmederij di Leiden, Belanda, 1867. Semua material konstruksi kemudian dibawa ke pulau dengan kapal Uap Hertog Bernard yang bongkar muat pada 18 April 1869. Kapal itu dalam sejarah dikenal karena berperan menyebarkan penyakit beri-beri di Padang, Sumatera Barat, 1873.
Potensi Wisata di Sebira
Tak jauh dari Mercusuar juga terdapat tempat unik, sebuah pohon tumbuh sendirian di tengah laut. Masyarakat Sebira biasa menyebutnya ‘Pohon Galau’. Di sudut lain pulau ini, terdapat deretan tiang beton berjarak yang biasa digunakan untuk menjemur ikan. Lingkungannya yang dikelilingi laut menjadikan ikan sebagai komoditas utama pulau ini. Yang paling terkenal adalah ikan selar dengan berbagai macam olahannya, seperti kerupuk hingga abon ikan selar. Berbagai olahan itupun mulai dijual hingga ke luar pulau.
Baca juga: Mercusuar Pulau Sebira, Sang Penjaga Kepulauan Bagian Utara
Untuk menjaga pulau mereka dari abrasi, masyarakat membangun tanggul yang dibuat mengelilingi pulau. Di beberapa sisi, mereka menghalau abrasi dengan menanam mangrove. Menariknya lagi, sejak tahun 2015, Sebira memiliki penangkaran penyu sisik hasil swadaya masyarakat di sana. Penangkaran penyu itu dibuat sebagai bentuk kepedulian dan pelestarian satwa dilindungi yang ada di Sebira. Sebelumnya, penyu sisik banyak ditangkap untuk dijual atau bahkan dikonsumsi.
Pulau Sebira sering disebut-sebut sebagai ‘Jakarta Rasa Bugis’. Karena sekitar 90 persen penduduknya bersuku Bugis asal Bone, Sulawesi Selatan. Akibat abrasi yang mengikis daratan pulau, saat ini Pulau Sebira hanya memiliki luas 8,82 hektare. Pulau Sebira sering dijadikan destinasi memancing ikan Tenggiri karena perairannya merupakan lokasi terbaik dimana gerombolan ikan tersebut berada, dalam sehari sekitar 10kg hingga 30kg para pemancing maupun nelayan bisa mendapatkanya. Pada kedalaman 10 hingga 25 meter terdapat bangkai kapal karam yang dijadikan spot menyelam di sebira seperti misalnya kapal berbendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Fakta Pulau Sebira
Meski memiliki keindahan alam yang mengagumkan tidak membuat Pulau Sabira, dilirik wisatawan lokal maupun asing. Pulau Sabira tidak ada penginapan seperti wisma, hotel atau rumah seperti di pulau lainnya. Berikut fakta yang ada di Pulau Sebira :
- Para wisatawan bisa bermalam di rumah penduduk atau yang biasa disebut homestay. Untuk harganya tergantung negosisasi dengan pemilik rumah, kisaran harga mulai dari 450.000 per malam dan dapat menampung hingga 15 orang.
- Di pulau ini memiliki sekolahan. Tak disangka, sekolahnya ini lebih bagus dari kebanyakan SD dan SMP Inpres di Kota Jakarta. Namanya SD-SMP Negeri Satu Atap 02, Pulau Sabira. Sekolahnya ini berlantai keramik putih dan dilengkapi pendingin ruangan (AC).
- Bagi Perempuan yang mengandung usia 7 bulan wajib meninggalkan Pulau karena tidak adanya Rumah Bersalin.
Fakta lainnya
- Di Pulau Sebira anda tidak akan menemukan Pos Polisi maupun TNI tidak seperti pulau berpenduduk lainnya, Ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Rukun Tetangga (RT) merupakan kepanjangan tangan sebagai pengaman di pulau, dan bila situasi mendesak barulah polisi dari Pulau harapan datang ke Pulau Sebira dengan waktu tempuh 3 jam.
- Jangan sama kan sebira dengan pulau berpenghuni lainnya di kepulauan seribu, di tempat ini anda tidak akan menemukan warung nasi seperti di pulau seribu lainnya. Hanya terdapat penjual nasi uduk di pagi hari dan ibu-ibu yang mendorong gerobak mini menjajakan Es, Somay, Pempek berbahan dasar ikan tembang.
- Terdapat Mercusuar tua, yang seluruh bahan bakunya di datangkan langsung dari belanda. Ada 11 tingkat dan beberapa anak tangga yang keropos, waktu yang tepat tuk menaiki mercusuar pada pukul 16.00WIB.
- Awal tahun 2019 telah dibangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RTPA) yang dibuka pada pukul 09.00 – 22.00wib. Dengan fasilitas kamar mandi, lapangan futsal, area olahraga dan ruang serbaguna.
- Rumah di sini ada dua jenis, ada yang rumah Bugis. Rumah panggung kayu dengan lorong di bawah dan rumah biasa. Rumah panggung kayu serupa juga banyak ditemui di pulau Kelapa Dua di Kelurahan Kelapa Pulau Seribu. Maklum, keduanya adalah sama-sama didiami orang-orang Bugis. Namun katanya orang sekarang lebih banyak membangun rumah biasa, karena kayu sebagai bahan utama rumah bugis susah untuk didapatkan, lebih gampang beli semen dan batu bata.
- Jangan heran bilamana pengunjung memutuskan tuk kemping di sebira, nantinya beberapa warga berbondong-bondong datang tuk sekedar mencari tahu.
- Patokan yang pasti menuju sebira ialah ketika pengunjung telah melewati pulau Dua atau melihat sebuah Kilang Minyak Laut milik Zelda Papa Proses ini yang bermarkas di Pulau Pabelokan Besar.
- Secara umum terumbu karang termasuk standard dan bukan yang terbaik di kepulauan seribu, walaupun letaknya terujung bukan berarti bagus. Tapi disini bebas ubur-ubur dan tidak ada bulu babi sama sekali.
- Jika hendak mencicipi kuliner khas Bugis seperti Barongko yang berbahan dasar Pisang Kepok dan kelapa, pengunjung wajib memesan jauh hari dikarenakan tidak tersedianya bahan tuk membuat.
Akses Transportasi
Pulau Sebira jarang dinikmati orang, bahkan belum tersentuh pembangunan. Layak dibilang alami. Agar bisa menyentuh keindahan bawah Laut Sebira, pengunjung harus merogoh kocek yang cukup dalam. Biayanya bisa sampai belasan hingga puluhan juta rupiah. Hanya ada dua akses. Yakni, jalur kapal nelayan di Pelabuhan Muara Angke.
Kapal ini berbeda dengan kapal tradisional yang biasa mengantar pengunjung ke pulau Harapan, Tidung, Maupun Pramuka, kapal yang dimaksud ialah kapal pengangkut barang maupun ikan hasil tangkapan. Menggunakan kapal ini pengunjung butuh waktu minimal 8 hingga 9 jam lamanya untuk dapat tiba di Pulau Sebira. Harganya pun tergantung negosiasi pengunjung dengan ABK kapal. Jalur kapal cepat berada di Dermaga 6 Pelabuhan Marina, Ancol. Kisaran harga mulai dari 10 juta hingga 200 juta tergantung jenis, fasilitas dan jumlah seat pada kapal dengan lama 3 hingga 6 jam.
Biaya sewa kapal mahal karena jarak yang sangat jauh. Yakni, lebih dari 160 mil ke utara perairan Jakarta. Setiap orang yang ingin ke sana harus menyewa kapal. Perjalanan menuju pulau tersebut juga menguji nyali. Calon pengunjung harus melewati laut lepas yang menjadi bagian jalur perdagangan internasional. Sejak 7 Febuari 2019 telah dioperasikan sebanyak 8 unit kapal yakni KM Dewandra dan KM Chabing Nusantara sebagai moda transportasi baru dengan rute Zona2+ PP Muara Angke – Sebira dengan tarif persatu kali jalan yakni Rp 70.000 ditambah asuransi Rp 2.000 serta peron Rp 2.000. Waktu tempuh dari dan menuju ke lokasi memakan waktu selama 3 Jam setiap harinya.
Posting Mengenal Sebira Pulau Terluar Jakarta Yang Terlupakan ditampilkan lebih awal di Backpacker Jakarta.
from Backpacker Jakarta https://ift.tt/2YoDVPG
via IFTTT
Komentar
Posting Komentar